Ngetop Abizzz...

Selasa, 20 Maret 2012

Mahfud MD: Vonis MK dan Fatwa MUI Sudah Sejalan



Ketua MK Mahfud MD (JPPN)
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) menilai vonis MK tentang anak yang lahir di luar pekawinan overdosis, tetapi Ketua MK Mahfud MD menilai Fatwa MUI justru sejalan dengan vonis MK. Berikut petikan wawancara Prof Mahfud MD dengan wartawan INDOPOS (JPNN Grup), Hari Azhari.

MUI menilai vonis MK overdosis dan meminta umat Islam tak mengikuti vonis MK.
Sebagai orang Islam saya menyerukan kaum muslimin agar mengikuti fatwa MUI sebab vonis MK dan fatwa MUI itu justeru sejalan. Mengikuti vonis MK itu sama dengan mengikuti fatwa MUI. Keduanya sama-sama ingin menghindari perzinaan. Ada atau tidak ada vonis MK perzinaan itu tetap dilarang oleh hukum, sebab perzinaan adalah cara binatang. Semangat vonis MK dan fatwa MUI itu sama.

Sama bagaimana? Kan, MUI bilang bertentangan?

Vonis MK dan MUI itu semangatnya sama, yakni sama-sama ingin menghindari perzinaan. Justeru semangat para hakim MK adalah semangat untuk menghindari perzinaan dengan memberi rambu hukum agar laki-laki tak sembarangan berzina. Dengan vonis MK maka laki-laki jangan enak-enak, mereka bisa dituntut tanggungjawab secara hukum. Mana yang melegalkan perzinaan? Kami justeru benci pada perzinaan, maka harus ada instrumen hukum yang mengancamnya.

Tapi mengapa MK memberi hak keperdataan kepada anak yang lahir di luar pernikahan yang resmi?

MK menegakkan konstitusi bahwa setiap manusia punya martabat, setiap anak lahir harus dilindungi. Di dalam Islam ada hadits Nabi bahwa setiap orang itu lahir dalam keadaan fitrah atau tanpa dosa. Maka kedua orang tuanya tak boleh senaknya, harus bertanggungjawab. Saya melihat konstitusi itu mengikuti agama-agama, memuliakan manusia dan melarang perzinaan. Vonis MK juga memberi hak keperdataan pada anak hasil kawin siri yang sah.

Maksudnya bagaimana?

Ya, selama ini orang kawin siri dianggap melanggar hukum karena tak dicatatkan menurut undang-undang, padahal kawin siri yang dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing adalah sah. Dengan vonis MK anak yang lahir dari kawin siri bukanlah anak yang tidak sah tapi anak yang sah dan punya hak keperdataan yang bisa dituntut ke pengadilan asal bisa dibuktikan punya hubungan darah. Apakah ini melegalkan perzinaan? Jawabannya pasti tidak.

Tetapi MK menyatakan anak yang lahir di luar nikah, termasuk anak hasil perzinaa, itu punya hubungan keperdataan dengan ayahnya?

Itu salah paham atas konsep hak keperdataan. Hubungan keperdataan itu tak selalu sama dengan hubungan nasab. Hubungan keperdataan dari kawin siri bisa melahirkan hubungan nasab, tetapi hubungan keperdataan dari anak yang lahir karena perzinaan bukan hubungan nasab. Hak keperdataannya bisa hak-hak lain yang di luar hubungan nasab, misalnya hak menuntut pembiayaan pendidikan, hak menuntut ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Pedata, menggugat karena ingkar janji, dan hak-hak lain yang bukan hak nasab, bukan hak waris, atau hak apapun yang menurut fiqh bukan hak dalam munakahat. Itu bisa diatur lebih tegas oleh kemenag, kemendagri, kemenkumham. MK hanya menegaskan posisi hukumnya saja sesuai dengan konstitusi.

Jadi MK tak keberatan atas fatwa MUI?

Sama sekali tak keberatan. Pokoknya, ikutilah fatwa MUI. Kalau fatwa MUI dan vonis MK sama-sama dikuti maka masyarakat akan lebih baik. Begitu saja, kok dipertentangkan. Hukum anti perzinaan harus ditegakkan tetapi hak asasi setiap manusia juga harus dilindungi. Mana yang bertentangan, sih? (JPPN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar