Ditengah bertaburnya para bintang sepak bola, tidak menyangka diantara mereka ternyata banyak ya...
INSPIRASI
AKHIR YANG INDAH
Pak
Husin. Sebutlah panggilannya demikian. Sebagaimana kebanyakan ustadz
lainnya, pekerjaannya sehari-hari adalah mengajar, mengajar, dan
mengajar. Pergi ke sana ke mari, dari masjid ke masjid, dari majelis ke
majelis untuk berbagi ilmu pada masyarakat. Kira-kira begitulah orang
mengenalnya sebagai ustadz ‘keliling’, alias ustadz yang pekerjaannya
keliling tempat untuk mengajar. Usianya sekitar (akhir) 50 tahunan, yah
kira-kira beliau segenerasi dengan Pak Athian Ali (ketua FUUI).
Mendengar sepak terjangnya, beliau tidak jauh berbeda dengan Pak
Athian, hanya saja beliau tidak identik dengan ormas tertentu, sehingga
tak banyak orang yang mengenalnya. Bila Pak Athian Ali berdiri bersama
FUUI-nya, Habib Rizieq dengan FPI-nya, atau Abu Syauqi dengan RZI-nya,
lain halnya dengan beliau. Tak ada embel-embel organisasi, dan tak ada
identik-identik dengan partai. Saya yang pertama kali mendengar namanya
pun mengernyitkan dahi sambil bergumam, “siapa nih?” dan bertanya-tanya
dalam hati “dari kalangan mana datangnya orang ini?”
Mengajar,
memberikan ceramah, dan melindungi aqidah masyarakat adalah pekerjaan
sehari-harinya. Entah semenjak kapan beliau memulai hidup sebagai
ustadz dan bagaimana hamba-Nya yang satu ini menjalani hidup, hanya
saja bila mendengar bagaimana orang-orang bercerita tentangnya, terasa
bahwa beliau adalah sosok yang amat terhormat. Terhormat karena
keistiqamahannya pada jalan hidup yang beliau tempuh. Terhormat karena
kegigihannya dalam menjadi pembeda antara yang benar dan salah.Mengisi
pengajian di siang hari adalah rutinitas yang biasa baginya, beliau pun
tanpa sungkan menjadi pemateri bagi sebuah kajian aqidah di masjid
tersebut. Tak ada dan tak akan ada yang menyangka apa yang akan terjadi
beberapa saat kemudian. Semua orang yang khidmat memperhatikan beliau
berceramah tiba-tiba saja heran, tercengang, terkejut atas diamnya
beliau disambung penjelasan yang jauh dari materi kajian. Beliau
terdiam seperti orang yang melamun, sambil sedikit-sedikit menatap ke
arah pinggir masjid, seolah-olah ada sesuatu yang tampak menarik dari
arah luar masjid. Entah apa yang beliau lihat. “Tolong bukakan pintu!”
begitulah secara tiba-tiba, beliau meminta kepada salah seorang jama’ah
untuk membukakan pintu masjid. Seluruh jama’ah terheran,
bertanya-tanya, memangnya ada orang yang mau masuk? Padahal semua
hadirin tahu bahwa tidak ada siapa-siapa di luar ruangan yang hendak
masuk.
Para hadirin pun terperangah saat beliau dengan jelasnya
mengatakan “Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh…” sembari
melihat ke arah pintu. Terkejut, seolah-olah ada yang datang. Namun
para hadirin tidak melihat siapa pun yang ada di lawang pintu. Tak lama
kemudian, beliau pun kembali menatap jama’ah pengajian, lalu
berpesan.“Para hadirin, saudaraku sekalian… Tampaknya waktu saya sudah
habis, dan tolong ada orang yang melanjutkan pengajian ini. Sampaikan
salam pada keluarga saya. Maaf apabila selama ini saya ada kesalahan.”
Kemudian beliau menunjuk salah seorang yang ada di antara jama’ah
laki-laki, “Kamu, tolong sampaikan salam pada keluarga saya ya!”
“Baiklah para hadirin, itu saja dari saya. Saya mohon pamit.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakaatuh!” begitulah beliau
mengakhiri sesi pengajiannya.
“Silakan…” sapa beliau tenang dan lembut sembari sedikit tersenyum. Entah beliau bicara pada siapa.
“…Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. al-Fajr: 27-30). Beliau terdiam
kembali, tertunduk. Perlahan dan begitu tenangnya mengucapkan dua
kalimat syahadat. Seketika nafasnya menjadi terengah-engah di sela-sela
lirih suaranya yang terdengar karena dekat dengan microphone. Tak lama,
sesaat kemudian keadaan benar-benar menjadi sunyi. Hembusan nafas yang
menghempas ujung microphone tak lagi terdengar. Alunan suara dari mulut
beliau pun tak lagi menggema menelusuri seisi ruangan utama masjid.
Yang tersisa hanyalah kesunyian seakan sosok beliau tak lagi hadir di
tengah-tengah hadirin.
Begitulah beliau, dengan segala kelebihan
dan keterbatasannya. Mempersembahkan kegigihan, kesabaran, dan amal
terbaik dalam hidupnya. Cerita tentang akhir hayatnya menjadi gambaran
tentang prestasi hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar