Menurut Abdul, keputusan PKS untuk bergabung dengan koalisi adalah sesuai keputusan majelis yang strukturnya di atas posisi Presiden PKS ini. Majelis itu juga memiliki kewenangan untuk memutuskan kontrak politik dengan koalisi.
Hubungan PKS dengan partai koalisi akhir-akhir ini terkesan tidak harmonis. Salah satu contohnya adalah perihal bahan bakar minyak. PKS bersikap berseberangan dengan partai koalisi lainnya. PKS menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM dengan mengusulkan agar Pasal 7 ayat 6 UU APBN-P tetap dipertahankan. Sementara fraksi anggota koalisi lainnya mengusulkan opsi kedua agar ada penambahan Pasal 7 ayat 6 (A) yang memungkinkan harga BBM bisa naik.
Selain Demokrat, fraksi-fraksi yang menyatakan setuju adalah Golkar, PAN, PKB, dan PPP. Sementara dukungan terhadap opsi pertama cukup kecil karena hanya terdiri dari Fraksi PKS dan Gerindra. Pada akhirnya PKS menerima keputusan rapat paripurna yang memenangkan opsi kedua.
Menurut Abdul Hakim, omongan tentang apakah partai yang dipimpin Presiden Luthfi Hasan Ishaq itu akan keluar dari koalisi atau tidak, belum banyak terdengar di dalam partai. Namun, menurut dia, apabila ada omongan-omongan pribadi, itu tidak dapat diperhitungkan karena keputusan ada di tangan majelis tertinggi partai. “Apabila Majelis Syuro memutuskan untuk keluar, ya kami ikut. Tapi belum ada kepastian tentang ini,” ujar salah satu anggota DPR ini.
TEMPO.CO, Jakarta -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar