Ngetop Abizzz...

Kamis, 05 April 2012

Pengkhianatan






Oleh Ahmad Syafii Maarif



Pengkhianatan, dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja kh na (kh wana) menjadi khiy nah sebagai bentuk kata benda. Setelah dikonversi ke dalam bahasa Indonesia diberi awalan peng dan akhiran an, terbentuklah perkataan pengkhianatan. Baik dalam kamus Arab maupun kamus Indonesia, makna kata kerjanya serupa: tidak setia, melanggar janji, membelot ke pihak lawan, menipu, membodohi, menyesatkan, melanggar, dan yang sejenis itu.

Maka itu, istilah Arab khiy nat al-am nah berarti pengkhianatan terhadap atau pelanggaran atas amanat (kepercayaan). Ada lagi ungkapan khiy natun `uzhmah (sebuah pengkhianatan/pelanggaran besar).

Dalam konteks tulisan ini, saya akan mengaitkan dengan proses khiy nat al-dust r (pengkhianatan terhadap konstitusi), maksud saya Konstitusi 1945 (asli), khususnya Bab XIV tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 33 yang berbunyi: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan; (2) Cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal ini juga dikenal sebagai Pasal Bung Hatta, karena beliaulah yang merumuskan pasal yang teramat mulia ini. Sekarang bahkan sudah dimulai sejak tahun 1960-an pascaera Bung Karno, ada pertanyaan siapa sebenarnya yang menguasai kekayaan kita berupa pertambangan, perkebunan, perbankan, dan komunikasi? Jawabannya tunggal: sebagian besar sudah “diserahkan“ kepada pihak asing sebagai yang dipertuan. Negara telah dikalahkan.

Maka tuan dan puan jangan menangisi semuanya ini ketika kedaulatan negara kita sudah keropos. Lagi trilogi Bung Karno saya kutip: berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudaya an, sudah lama masuk dalam museum sejarah. Pasal 33 di atas telah dikhianati atas nama pembangunan nasional. Siapa yang diuntungkan? Asing plus sekelompok kecil orang Indonesia.

Jika tuan dan puan tidak mengakui fakta bahwa jalan sejarah Indonesia kontemporer telah sarat oleh pengkhianatan, mohon saya dikuliahi parameter mana yang digunakan. Di mana kini Pasal 33 itu? Tentu masih ada dalam naskah konstitusi, tetapi jalan sejarah kita telah sangat menyimpang dari rel yang benar dan lurus.

Baik Bung Karno maupun Bung Hatta tentu tidak membayangkan sebelumnya bahwa negara yang mereka proklamasikan pada 17 Agustus 1945 akan tersungkur seperti sekarang ini. Demokrasi yang bertujuan mulia untuk menciptakan kesejahteraan sosial telah disalahgunakan menjadi sistem kesengsaraan sosial di tangan para elite dan politisi yang tunawaras secara konstitusional.

Yang lebih menyakitkan adalah sikap para elite ini seperti terlihat bertengkar di Senayan, tetapi mereka bersahabat dalam menguras APBN. Sedangkan pihak eksekutif dari tingkat yang paling atas sampai yang terbawah punya mental yang tak berbeda dengan elite legislatif. Bahkan, ada tokoh yang selalu mengerang, curhat, dan mengeluh karena kepemimpinannya telah lama tidak dipedulikan oleh para pembantunya sendiri.

Yang ajaib adalah tokoh ini tidak sigap dalam mengintrospeksi dan mengoreksi kerapuhan kepemimpinannya. Bahkan, masih saja berlindung dalam jargon-jargon usang dengan menyalahkan para pembantunya. Seorang pemimpin yang terus saja mengeluh sebenarnya tak layak lagi didengar tutur katanya yang semakin kehilangan makna dan substansi. Adapun masih ada pihak-pihak yang menyanjungnya, bukan untuk kepentingan yang bersangkutan, melainkan semata-mata sebagai tempat mereka bergantung. “Ambillah ibarat (pelajaran moral), wahai manusia yang punya penglihatan tajam.“ (terjemahan Alquran, al-Hasyr ayat 2).


*REPUBLIKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar