Ngetop Abizzz...

Senin, 13 Februari 2012

Kisah Perjalanan Spiritual Ustadz PKS Mendapat 'Wahyu'


Al-kisah, ada seorang Ustadz muda, alumni Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta telah berhasil menyelesaikan S1-nya di LIPIA Jakarta. Beliau ini “putra mahkota” yang digadang-gadang bisa menjadi ulama penerus dakwah Muhammadiyah di kampung asalnya, di pinggiran Kota Surabaya. Beliau terlahir dari keluarga berada yang memiliki berbagai usaha tambak dan rumah kost-kostan mahasiswa dan mahasiswi warna-warni dari berbagai daerah.



Entah mengapa, selepas lulus LIPIA, Ustadz yang diduga keras (sekali lagi diduga keras....) keturunan “Sunan Ampel” ini belum berkenan pulang kampung. Beliau malah senang menetap di rumah kakaknya di Warungboto sambil masih terus mendalami ilmu agama dan berguru pada Ustadz Engkong Jogja. Padahal Emak dan keluarganya telah menyediakan rumah tersendiri di sebuah komplek masjid yang dikelilingi kost-kostan mahasiswa sehingga mirip kompleks pesantren di Surabaya. Orangtua sang Ustadz muda itu pun sudah berkali-kali memintanya pulang kampung untuk menjadi Ustadz di Surabaya dan sangat pengin segera menimang cucu dari putra kesayangannya itu.

Demi menanggapi permintaan orang tuanya untuk pulang kampung ke Surabaya, sang ustadz muda ini memiliki banyak “alibi” alias alasan logis bertubi-tubi, satu di antaranya masih ingin melanjutkan studi S2-nya di Jogyakarta. Untuk permasalahan yang satu ini, Alhamdulillah, orang tua dan saudara-saudaranya dapat memaklumi dengan lapang dada dan bahkan siap mendukung dana selebar-lebarnya.

Sedang, untuk menanggapi permintaan kedua, “ingin segera menimang cucu dari putra kesayangannya itu”, sang ustadz muda ini ceritanya bingung nggak karuan..., ngalor-ngidul, ngetan-ngulon, beliau tak menemukan alasan yang kuat untuk menolaknya. Akhirnya, “theklek digawe dodolan burjo, tinimbang selak tuwek nggak dang oleh bojo” (theklek dipakai jualan burjo, dari pada tuwek/tua tak segera mendapat pasangan hidup), sang ustadz muda itu akhirnya bertekuk lutut dan menyerah.

Makanya, demi mengikuti sunnah Nabi dan birrul walidain, dengan bismillah, beliau menyerahkan biodatanya ke “BKKBS” (“Biro Kosultasi Keluarga Bahagia Sejahtera”) yang waktu itu masih menapaki fase sirriyah.

Sambil menanti biodata jawaban dari BKKBS sirriyah, Sang Ustadz muda ini pun melakoni amal spiritual secara inten. Beliau sering berpuasa (jika tidak ada acara kuliner), bermunajat panjang di tengah malam serta tak lupa sholat istikharah dan berdoa dengan sangat serius. Hampir tiada satu malam pun berlalu tanpa beliau munajat dan istikharah (nek nggak ketiduran lho....). Akhirnya, Allah Yang Maha Mendengar mengabulkan doa-doanya. Suatu hari melalui murobbinya, Sang Ustadz muda ini mendapat biodata akhwat qowwi, Sarjana Farmasi, calon Apoteker lengkap dengan foto dirinya....

Hati Ustadz muda itu
jadi mekroh berbunga-bunga
Hati Sang ustadz muda ini jadi mekrok berbunga-bunga, seakan rembulan purnama jatuh bersinar cemerlang di pangkuannya. Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal dan ini menyebabkan beliau agak “bimbang”. Ternyata, foto diri si akhwat tersebut foto ketika masih sekolah di SMP atau SMA. Jadi, kelihatan ijih cuuilik tenan. He he he. Piye to iki? Usut punya usut akhirnya, ada permohonan maaf dari sang murobbiyah akhwatnya. Foto itu sebenarnya sebuah langkah keterpaksaan, mengingat di jaman awalu tarbiyah, agar seorang murobbiyah mendapatkan foto diri dari akhwat binaannya itu sangat sulit. Mungkin waktu itu, apa-apa serba sirriyah, sehingga para akhwat sangat hati-hati dan primpen menyimpan foto dirinya.

Mengingat-ingat dan menimbang-nimbang akan menjadi garwo alias sigaraning nyawa (belahan jiwa alias pasangan hidup), calon istri memang harus ditimbang-timbang secara jeli. Untuk mengverifikasi calon istrinya itu tidak cukup hanya via biodata, Ustadz muda itu mencoba mengkonsultasikannya pada beberapa ustadz yang ia tsiqohi. Pun pula kepada teman-teman seliqo yang sekira mengetahui track record sang akhwat tersebut. Semuanya pada intinya mendukung calon berbobot yang diajukan oleh ummahat “BKKBS Sirriyah” itu.

Tak ketinggalan, Mas Sunan Kalicode yang waktu itu belum jadi sunan, masih baru saja melepas jabatannya sebagai Presiden Bujang Distrik Jogyakarta. “O, Allah Cak Ruf...., foto SMA tak masalah lah, yang penting kan sosoknya yang sekarang. Sudahlah Cak Ruf..., terima sajalah. Saya ikut jadi saksi sejak di Shalahuddin, beliau termasuk akhwat pelopor; cocok menjadi pendamping hidup seorang ustadz. Beliau juga pernah jadi juara pertama pengirim riset pembaca Seri Bacaan Muslimah, Ash-Sholihah tercepat lho....,” katanya untuk menambah rekomendasi kemantaban hati Sang Ustadz muda itu.

Atas dukungan semua ikhwah dan atas istikharah mendalam di malam-malam yang tenang, maka dengan bismillah, Sang Ustadz muda itu akhirnya mantab menerima akhwat tersebut. Tapi tidaklah lengkap bila belum dikonsultasikan kepada Emak dan cacak-cacaknya di Surabaya, maka pulanglah beliau ke Surabaya. Di hadapan sidang keluarga Surabaya, sang ustadz muda itu dengan mantab menceritakan bahwa dirinya sudah dapat calon istri yang aduhai. Tak lupa Beliau uraikan biodatanya dengan komplit-plit.

Ternyata, bagi keluarga besar Surabaya, biodata itu tidak penting, “Sing penting fotone calon mantuku endi Ruf....,” kata Emaknya. Agak ragu-ragu sang ustadz muda itu mununjukkan foto diri si calon mantu.... Saking penasarannya semua kakaknya yang lagi kumpul langsung ikut nimbung nonton bersama foto diri sang calon adik.

“O Allah, yok opo to Rek... Rek.... bocah ijih cuilik ngene koq arep mbok nikahi ki piye to Ruf? Opo ning Jogja ra onok cah wedhok sing wis gedhe po?" Komentar spontan cacak-cacaknya begitu lihat foto calon adiknya. Pokoknya, Surabaya waktu itu jadi geger. Bumi seakan bergoncang-goncang, langit seolah berkilat menjilat-jilat.

Tapi, Alhamdulillah itu terjadi hanya sebentar. Setelah dijelaskan dengan mantab oleh Sang ustadz bahwa itu foto ketika dia masih SMA. “Saiki bocahye yo wis gedhe, lha wong wis lulus Farmasi UGM je. Kabare saiki malah pitung puluh kali luwih uaaayu timbangane foto SMA-ne disik.... he he he...,” jelas sang ustadz muda yang ternyata sudah jatuh cinta sejak memandang biodatanya yang pertama itu. :D

Singkatnya, keluarga Surabaya akhirnya bisa diyakinkan dan setuju proses perjodohan itu ditindaklanjuti. Keluarga sang akhwat di Magelang yang masih memiliki ikatan darah keturunan HB VII itu pun akhirnya juga menyetujuinya. Gayung bersambut, di hari yang telah disepakati khitbah terjadi. Aqad nikah dan walimah pun telah ditentukan harinya.

Maka sejak aqad nikah diikrarkan, ustadz muda PKS yang bernama Ma`ruf Amary, Lc ini resmi mendapatkan “wahyu” dari Allah, lengkapnya mendapat “Wahyu Tusi Wardhani, S.Si.,Apt.” sebagai isterinya.

Jadi, begitulah kisah nyata perjalanan spiritual Ustadz Ma`ruf Amary mendapat wahyu, Wahyu Tusi Wardhani. Kini istrinya itu lebih dikenal dengan pangilan Bu Tusi, seorang apoteker, ustadzah penggerak dan pembina GEMI, Gerakan Ekonomi Masyarakat Islami di sepanjang bantaran Kali Gadjah Wong, Kota Yogyakarta.

Kini, ustadz yang pernah menjabat Ketua Dewan Syari'ah DPW PKS D.I. Yogyakarta ini hidup berbahagia bersama istri dan dua putri cantiknya di rumahnya: Warungboto UH IV/837, Umbulharjo, Yogyakarta. Saking bahagianya, kayaknya beliau sudah tidak ingat lagi biodata dan foto diri Bu Tusi di masa SMA itu. []

Oleh Sunan Kalicode
(aka Mohammad Ilyas Sunnah)
Sumber : PKS Piyungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar