Menurut Hakim, anggaran
tersebut terlalu besar. Karena tugas anggota DPR adalah menyalurkan
aspirasi rakyat, bukan menikmati jajanan rapat.
"Anggota DPR
datang ke Senayan bukan untuk menikmati makanan dan jajanan, tapi untuk
memecahkan dan merumuskan solusi masalah-masalah kebangsaan yang
semakin hari tantangannya semakin besar. Jika ada perjamuan, masih bisa
dilakukan dengan menyajikan makanan yang sederhana dan tidak perlu
mewah seperti sekarang," kata Hakim.
Anggaran Rp 12 miliar itu,
imbuh Hakim, belum termasuk makanan selama konsinyering atau rapat di
luar kota. Juga rapat-rapat lain yang tidak diselenggarakan di Gedung
DPR.
"Untuk perjamuan wartawan dalam konferensi pers, Sekjen
mengalokasikan anggaran sekitar Rp 400 juta/tahun untuk makan besar dan
snack," kata Hakim.
Jumlah makanan dan snack yang disajikan
sekretariat, kata Hakim, juga cenderung berlebih sehingga mubazir.
Karena itu, anggaran perjamuan di Sekjen harus dipangkas dan
dialokasikan untuk program atau kegiatan lain yang lebih prioritas.
"Jika
dibandingkan dengan parlemen negara-negara sahabat, perjamuan di DPR RI
terbilang mewah. Jamuan di sana tidak semeriah di sini yang penuh
dengan berbagai macam jenis penganan, snack dan buah. Belum lagi
jumlahnya yang berlebihan bahkan kerap tidak habis dan ujung-ujungnya
dibawa pulang oleh staf. Lebih baik, anggaran perjamuan ini ditata
ulang. Angka Rp 12 miliar per tahun itu terlalu besar," tandasnya.
(detiNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar