Ngetop Abizzz...

Minggu, 26 Februari 2012

Didik J Rachbini: Politik Uang dan Demokrasi Pasar Loak

[Koran-Digital]

Oleh Didik J Rachbini Ekonom

Demokrasi pasar loak tidak akan menghasilkan produktivitas dalam kebijakan dan pembangunan secara maksimal."

P ADA 9 Agustus 2010, lembaga riset poli tik Political Research Institute for Democracy (Pride) menyampaikan laporan hasil penelitian mereka berkaitan dengan politik uang dalam pemilu kada. Penelitian dilakukan di Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Mojokerto. Beberapa hari kemudian Presiden mengangkat isu politik uang ini sebagai praktik politik, yang amat membahayakan di dalam pemilu kada. Isu itu diangkat dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2010, yang mengindikasikan betapa pentingnya isu ini untuk diselesaikan, walaupun Presiden tidak memberi solusi atau perintah bagaimana cara menyelesaikannya, setidaknya tindakan sanksi dalam jangka pendek.

Temuan riset Hasil penelitian ini cukup mengejutkan dan dipublikasikan media massa secara meluas.
Kepada responden ditanyakan, apa yang diinginkan dari calon agar mereka memilihnya dalam pemilu kada? Jawabannya cukup merisaukan karena merefleksikan kenyataan yang sudah diketahui umum pada saat ini, yakni politik uang.
Yang memilih berdasarkan visi misi calon tergolong paling sedikit atau dapat dikatakan kurang mendapat sama sekali, yakni hanya sekitar 5,9%.
Responden secara terbuka men jawab permintaan uang kas secara langsung (metode riset wawancara langsung) sebanyak 14,9%, permintaan sembako 10,6%, permintaan uang untuk modal usaha 5,6%, dan beragam bentuk lainnya dengan menjaminkan suara kelompoknya untuk ditukar dengan uang. Jumlah total praktik politik uang diperkirakan hampir 40%.
Karena sifatnya wawancara langsung dan ini sebenarnya isu sensitif, hasil riset tersebut underestimated sehingga kemauan untuk melakukan praktik politik uang lebih tinggi dari angka temuan riset tersebut.
Gambaran itu menunjukkan demokrasi dengan kontrak politik yang ideal untuk memajukan masyarakat tidak terjadi.
Masyarakat dan pemimpin mereka telah mereduksi sistem demokrasi ideal yang kita harapkan menjadi transaksi murahan, mirip jual beli di pasar barang kacangan.
Demokrasi pasar loak Inilah yang kemudian yang diabstraksikan dengan istilah demokrasi `pasar loak', yang terinspirasi dari seorang ekonom pemenang nobel, George Akerlof. Ekonom Akerlof merumuskan adanya pasar, yang penuh ketidakpastian, ada informasi yang tidak simetris, muncul moral hazard, yakni pasar barang kacangan (market for lemons). Pasar barang kacangan tersebut semakin hari semakin rusak karena kualitas transaksinya murahan, tidak pasti, praktik penipuan, dan pembajakan informasi, yang tidak terbuka. Penjual memiliki informasi yang lebih banyak dan disembunyikan atas barang yang hen dak dijual (asymetric information). Biasanya disembunyikan agar tidak menjatuhkan harga barang tersebut, walaupun kondisinya rusak (moral hazard). Pendek kata pasar ba rang kacangan adalah pasar yang sakit dan semakin memburuk dari waktu ke waktu.
Politik uang di dalam demokrasi pemilu kada khususnya serupa dengan praktik jual beli barang loakan, yang
digambarkan tersebut. Betapa tidak? Kontrak politik dalam demokrasi sangat ideal untuk segala macam cita-cita mema jukan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi selama lima tahun direduksi dengan demokrasi pasar loak. Tibatiba dalam proses demokrasi tersebut suara pemilih dibajak dengan politik uang. Lalu, tidak lagi seorang pemimpin kepala daerah menjadi merasa wajib menunaikan tanggung jawab politiknya karena sudah digantikan dengan uang. Begitulah logika buruk dari politik uang, suatu pembajakan atas demokrasi oleh pihak yang superior, pemilik modal uang, untuk melemahkan demokrasi. Dengan hasil riset tersebut, masyarakat sudah tertulari oleh penyakit demokrasi yang tereduksi menjadi jual beli suara dengan harga murah.
Setelah mengalami distorsi dalam proses, demokrasi potensial mengalami disfungsi alias tidak memberikan efek positif dan signifi kan terhadap kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat. Karena sudah digantikan uang, kontrak politik dan kewajiban pemimpin tidak dapat dijalankan dengan baik dan lemah. Cukuplah demokrasi berhenti di dalam pe milu kada, selanjutkan pu blik dibajak selama lima tahun. Jadi, jika kita melihat masih banyak kasus kemiskinan di In donesia dan penurunannya tidak signifi kan, itu patut dikaitkan dengan demokrasi yang mengalami disfungsi sekarang ini. Penyebab utama nya tidak lain karena demokrasi direduksi
atau dikebiri politik uang. Demokrasi pasar loak tidak akan menghasilkan produktivitas dalam kebijakan dan pembangunan secara maksimal. Visi dan misi besar untuk membangun bangsa dalam seluruh dimensinya terganggu dan tergantikan oleh praktik politik murahan jangka pendek. Dari praktik politik uang seperti ini demokrasi mengalami kegagalan karena tidak menghasilkan capaian kemajuan yang berarti alias mengalami disfungsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar