Ngetop Abizzz...

Senin, 20 Februari 2012

Tidak Perlu Meminta Keringanan Hukuman - Serial Tabuk – 11

Oleh : Cahyadi Takariawan

gambar : Google
Kondisi semua orang berbeda-beda, tidak pernah sama. Kendati sama-sama mujahid, sama-sama aktivis, namun satu dengan lainnya selalu memiliki perbedaan. Bisa disebabkan karena perbedaan usia, atau kesehatan, atau kekuatan badan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam menjalani suatu hukuman, apresiasi setiap orang juga bisa berbeda, kendati hukumannya sama.
Dalam sejarah Islam dikenal ada sikap yang berbeda dalam menjalani hukuman, dan dengan kearifan Nabi saw, beliau bisa memberikan keringanan kepada orang tertentu karena adanya kondisi tertentu. Seperti hukuman yang dijalani oleh Ka’ab, Murarah dan Hilal. Ketiga orang ini melakukan kesalahan yang sama, yaitu tidak berangkat ke Tabuk. Hukuman yang diberikan juga sama, yaitu didiamkan oleh nabi dan para sahabat, hingga empatpuluh hari empatpuluh malam. Masih ditambah dengan hukuman menjauhkan diri dari isteri, setelah memasuki hari keempatpuluh.


Meminta Keringananan Hukuman
Ka’ab menjalankan hukuman tambahan, berupa menjauhi isteri, dengan segera. Tanpa menunda waktu, ia langsung menyuruh isterinya kembali ke rumah keluarganya, sehingga ia memulai menjalani kehidupan sendiri. Namun Hilal memiliki kondisi yang berbeda dengan Ka’ab.
“Istri Hilal bin Umaiyah datang menghadap Rasulullah saw lalu ia bertanya, ‘Ya Rasulullah, sebenarnya Hilal bin Umaiyah seorang yang sudah sangat tua, lagi pula ia tidak memiliki seorang pembantu. Apakah ada keberatan kalau aku melayaninya di rumah?”
“Rasulullah saw. menjawab, ‘Tidak! Akan tetapi ia tidak boleh mendekatimu!’
Istri Hilal menjelaskan, ‘Ya Rasulullah! Ia sudah tidak bersemangat pada yang itu lagi. Demi Allah, yang dilakukannya hanya menangisi dosanya sejak saat itu hingga kini!”
Ka’ab, Murarah dan Hilal mendapatkan hukuman yang sama, termasuk tambahan hukuman yang sama. Namun Hilal sudah lebih tua dibanding Ka’ab dan Murarah. Maka tatkala datang perintah menjauhi isteri, muncullah perasaan tidak tega pada isteri Hilal. Sungguh suaminya sudah tua, dan tidak memiliki pembantu untuk merawatnya. Ia tidak tega membayangkan Hilal yang sudah tua itu harus menjalani hidup sendiri. Maka isteri Hilal segera datang menghadap Nabi untuk meminta keringanan hukuman, dan dengan kebijakan Nabi saw, permintaan itu dikabulkan.
Subhanallah, betapa mulia adab para sahabat. Mendapatkan hukuman dari Nabi saw, mereka mendengar dan taat. Ketika hukuman itu terasa memberatkan bagi Hilal, isterinya mengusahakan untuk memintakan keringanan bagi sang suami. Menghadap Nabi saw dan menceritakan kondisi Hilal, merupakan hak yang diakui oleh Nabi saw. Bukan suatu kesalahan atau aib, untuk menyampaikan pandangan kepada Nabi saw, karena isteri Hilal sangat mengetahui kondisi suaminya. Ternyata pengaduan isteri Hilal didengarkan dan diterima oleh Nabi saw.
Isteri Hilal tidak menolak hukuman tambahan bagi suaminya. Ia hanya menyampaikan kondisi Hilal kepada Nabi, dan mencoba memintakan keringanan. Ia juga tidak mau melayani suaminya dengan diam-diam, di luar pengetahuan Nabi saw. Sungguh contoh interaksi yang sangat mulia, antara orang-orang beriman, yang sangat mencintai Allah dan RasulNya.
Dengan demikian, isteri Hilal tetap diperbolehkan untuk menemani dan melayani Hilal di rumah, karena kondisi fisik Hilal yang sudah tua dan lemah, Yang dilarang adalah hubungan seksual, namun isteri Hilal sudah menyatakan di hadapan Nabi saw, bahwa “Ia sudah tidak bersemangat pada yang itu lagi. Demi Allah, yang dilakukannya hanya menangisi dosanya sejak saat itu hingga kini!”
Keringanan hukuman pun diberikan untuk Hilal. Bagaimana dengan Ka’ab ?

gambar : Google

Mengapa Meminta Keringanan?
Ketika melihat Hilal mendapatkan keringanan hukuman dari Nabi saw, dalam bentuk isterinya boleh menamani dan melayani keperluan Hilal di rumah, muncullah pikiran pada sebagian orang untuk melakukan hal yang sama bagi Ka’ab. Hilal saja diberi keringanan, semestinya juga bisa didapatkan oleh Ka’ab kalau mau meminta keringanan kepada Nabi saw.

“Ada seorang familiku yang juga mengusulkan, ‘Coba minta izin kepada Rasulullah supaya isterimu melayani dirimu seperti halnya isteri Hilal bin Umayah!’ Aku menjawab tegas, ‘Tidak. Aku tidak akan minta izin kepada Rasulullah saw tentang isteriku. Apa katanya kelak, sedangkan aku masih muda?’
Ka’ab paham benar mengapa keringanan hukuman itu diberikan kepada Hilal. Itu terkait dengan kondisi Hilal yang sudah tua, sementara ia merasa masih muda dan kuat. Tidak pantas baginya untuk ikut meminta keringanan hukuman. Jadi, keringanan itu hanya diminta apabila memang ada kondisi khusus yang mengharuskan untuk mendapat keringanan. Jika memang tidak ada kondisi khusus itu, tidak sepatutnya mujahid menjadi cengeng dan meminta keringanan.

Luar biasa ketegasan Ka’ab atas usulan kerabatnya agar ia meminta keringanan dari Nabi saw. Sebagai mujahid muda, ia merasa sanggup untuk menjalani hukuman itu dan tidak perlu meminta keringanan dari Nabi. Ia juga tidak merasa cemburu, tidak merasa dibedakan, tidak merasa ada perlakuan yang diskriminatif terhadap dirinya. Ia meyakini sepenuhnya keadilan Nabi saw, dan ia telah bertekat untuk menjalani hukuman itu hingga Allah menurunkan keputusanNya.

Mungkin jika hal itu terjadi di zaman sekarang, akan ada banyak aktivis yang protes, karena perbedaan hukuman. Ada yang diberi keringanan, ada yang tidak. Bahkan mungkin akan menjadi gugatan atas sikap jama’ah yang dianggap diskriminatif dan tidak adil dalam mensikapi hukuman kepada anggotanya yang berbeda-beda. Namun hal itu tidak akan terjadi pada aktivis yang mengerti dan memahami esensi hukuman dan munculnya keringanan.

Ka’ab adalah mujahid yang tangguh. Ia hadapi hari-hari dalam kesunyian yang semakin bertambah sunyi. Mulai hari keempatpuluh, ia harus menjalani hidup sendiri. Tidak ditemani isteri, tidak dilayani isteri. Ia tidak mau meminta keringanan hukuman kepada Nabi. Ia yakin akan mampu menjalani semua hukuman dengan sepenuh kepasrahan diri. Hanya ampunan dan ridha  Allah yang ia nantikan kini.
“Akhirnya, hari-hari selanjutnya aku hidup seorang diri di rumah. Lengkaplah bilangan malam sejak orang-orang dicegah berbicara denganku menjadi 50 hari 50 malam”.
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar