Ditengah bertaburnya para bintang sepak bola, tidak menyangka diantara mereka ternyata banyak ya...
Jumat, 17 Februari 2012
TIDAK BERDZIKIR BERARTI “MATI” !
Oleh. Ust. Ahmad Mudzoffar Jufri
Istilah dzikrullah (berdzikir kepada Allah) memiliki dua makna, yang
kedua-duanya diperintahkan untuk kita penuhi. Yaitu: dzikrullah dengan
arti: mengingat Allah, dan yang kedua: dzikrullah dengan makna:
menyebut Allah melalui Nama-Nama dan Shifat-Shifat-Nya, serta
bukti-bukti keagungan dan kemuliaan-Nya, dalam konteks pujian,
pengagungan dan pentauhidan. Dzikrullah dengan arti pertama bisa
semakna dengan muraqabatullah (menyadari, mengingat dan memperhatikan
pengawasan Allah), yang merupakan esensi dari derajat ihsan,
sebagaimana dalam hadits Jibril ’alaihis-salaam: Dia (Jibril as.)
bertanya, 'Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu apa? ' Beliau
(Rasulullah SAW.) pun menjawab: "Kamu beribadah kepada Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak bisa melihat-Nya,
maka (ketahuilah) sesungguhnya Dia melihatmu" (HR. Muslim dari ‘Umar
bin Al-Khaththab ra.). Namun istilah dzikir yang lebih umum
digunakan di kalangan masyarakat adalah dengan arti kedua, yakni
menyebut Nama-Nama Allah melalui tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan
lain-lain, yang tentu saja di dalamnya juga harus terkandung makna
mengingat Allah.
TIDAK BERDZIKIR = “MATI” Dari Abu Musa
radhiyallahu 'anhu dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Permisalan orang yang berdzikir mengingat Rabb-nya
(Tuhan-nya) dan orang yang tidak berdzikir mengingat Rabb-nya seperti
(perbandingan antara) orang yang hidup dan yang mati." (HR. Al-Bukhari).
Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim
mengibaratkan dzikrullah (berdzikir kepada Allah) bagi seorang mukmin
adalah seperti peran nafas bagi makhluk hidup atau layaknya fungsi air
bagi ikan. Maka seorang muslim atau muslimah yang tidak berdzikir
adalah ibarat seseorang yang sudah tidak bernafas atau bagaikan ikan
yang dijauhkan dari air, apa jadinya? Tentu saja mati, bukan? Karena
memang hidup hakiki dalam konsep Islam adalah ketika seseorang itu
senantiasa sambung dan berhubungan dengan Allah melalui dzikir yang
banyak dan benar, serta melalui berbagai ketaatan yang lain.
Disamping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda
bahwa, hidup yang tidak diisi dengan dzikrullah, adalah hidup yang
penuh laknat, dengan makna terjauhkan sejauh-jauhnya dari rahmat Allah
Ta’ala. Lalu, apa arti hidup jika demikian hal dan keadaannya?
'Abdullah bin Dhamrah berkata: aku telah mendengar Abu Hurairah
berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: " Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat (terjauhkan
dari kebaikan dan rahmat Allah) dan segala isinya pun juga terlaknat,
kecuali (yang diisi) dzikir kepada Allah dan apa-apa yang sejalan
dengannya, dan orang yang berilmu atau orang yang menuntut ilmu" (HR.
At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad-Darimi). Ditambah lagi bahwa, hanya
dengan dzikrullah secara benar, baik dan konsisten-lah, hati-hati kita
akan selalu tenang, tenteram, damai dan stabil. Dan itulah landasan dan
modal dasar utama untuk kita bisa menggapai hidup bahagia dan sejahtera
secara hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya): "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
manjadi tenteram dengan berdzikir mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan berdzikir mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (QS.
Ar-Ra'd: 28). Oleh karena itu, Teladan kita Baginda Sayyidina
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu senantiasa berdzikir
kepada Allah dalam segala kondisi, situasi dan keadaan. Dari Aisyah
dia berkata, "Dahulu semasa hidup, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
selalu berdzikir kepada Allah dalam semua keadaannya." (HR. Muslim).
DZIKIR SEBANYAK-BANYAKNYA
Terdapat banyak sekali perintah dan anjuran agar kita senantiasa
berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya dalam
segala kondisi dan situasi, dengan kedua arti dan esensi dzikir yang
telah disebutkan diatas. “Hai orang-orang yang beriman,
berdzikirlah kepada Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya Dan
bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzaab: 41-42).
“Apabila telah ditunaikan shalat (Jum’at), maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan berdzikirlah kepada Allah
sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS. Al-jumu’ah: 10).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang berakal (ulul albab); (yaitu) orang-orang yang senantiasa
berdzikir mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring, dan mereka juga selalu bertafakkur memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berucap): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali ‘Imraan: 190-191).
ESENSI SELURUH IBADAH ADALAH DZIKIR
Dzikrullah adalah landasan, motivasi, isi, esensi dan sekaligus tujuan
seluruh ibadah. Maka tingkat, kualitas dan juga kwantitas ibadah
seseorang sangat ditentukan oleh tingkat, kualitas dan juga kwalitas
dzikir dan ingatnya kepada Allah. Shalat seluruhnya adalah dzikir.
Puasa Ramadhan dan ibadah haji juga penuh dengan dzikir. Sementara itu
tidak mungkin seseorang bisa menjaga komitmennya dalam menunaikan
kewajiban ibadah zakat dan juga seluruh ibadah yang lainnya kecuali
jika ia senantiasa ingat Allah dengan baik. Disaat yang sama, seluruh
ibadah itu juga merupakan sarana terbaik untuk menggapai tingkat
dzikrullah yang lebih tinngi dan lebih baik. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya): "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku. Maka beribadahlah kepada-Ku, dan dirikanlah
shalat untuk mengingat (dzikir kepada) Aku" (QS. Thaahaa: 14)..
IBADAH SEGALA SITUASI DAN KONDISI
Salah satu keistimewaan ibadah dzikrullah adalah bahwa, ia merupakan
ibadah yang paling mungkin dilaksanakan di segala situasi, kondisi,
tempat, waktu, kedaan dan lain-lain, dengan hampir tanpa penghalang
atau kendala kecuali dari dalam diri sendiri. Maka maklum jika perintah
dan contohnya adalah dzikir sebanyak-banyaknya di segala keadaan. Dan
oleh karenanya pula, ibadah dzikrullah juga bisa berfungsi sebagai
penutup kekurangan dan pengganti (dari aspek pahala, dan bukan secara
hukum) bagi ibadah-ibadah lain yang terlewatkan penunaiannya. Dari
Abdullah bin Busr radhiyallahu 'anhu bahwa seorang laki-laki berkata;
wahai Rasulullah, sesungguhnya syari'at-syari'at Islam telah (terasa)
banyak bagiku (sehingga aku takut tidak bisa memenuhinya semuanya),
maka beritahukan kepadaku sesuatu (amalan) yang dapat aku jadikan
sebagai pegangan (yang bisa menutup kekurangan-kekuranganku)! Beliau
bersabda: "Hendaknya senantiasa lidahmu basah karena berdzikir kepada
Allah." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
RINGAN DI LESAN, BERAT DALAM TIMBANGAN
Meskipun ringan dilaksanakan bagi yang sudah terbiasa, namun nilai
ibadah dzikrullah sangatlah tinggi dan istimewa, serta besar dan
berlipat-ganda pahala juga balasannya di sisi Allah. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya): "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,
yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya dzikir mengingat Allah (dalam shalat dan lainnya) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al-'Ankabuut: 45). Dari Abu
Hurairah dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah
bersabda: 'Sesungguhnya membaca dzikir: Subhaanallah, al-hamdu lillah,
laa ilaaha illallah, dan Allahu akbar, adalah lebih aku cintai daripada
semua yang terkena oleh sinar matahari.(maksudnya bumi seisinya)" (HR.
Muslim). Seperti misalnya dzikir tasbih, tahmid, tahlil, takbir,
dan lain-lain, adalah dzikir-dzikir dengan nilai pahala sedekah yang
sangat tinggi dan luar biasa sekali. Dari Abu Dzar bahwa beberapa
orang dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada
beliau, "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah menguasai dan
mendominasi seluruh pahala. Mereka shalat seperti kami shalat dan puasa
seperti kami puasa, namun (selain itu) mereka bisa bersedekah dengan
sisa harta mereka (sementara kami yang miskin tidak bisa)" Maka beliau
pun bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara bagi
kalian untuk bisa bersedekah pula (seperti mereka)? Setiap kalimat
tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap
kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah,
ber-amar bilma'ruf adalah sedekah, ber-nahi ‘anil munkar adalah
sedekah, bahkan pada aktivitas hubungan suami istri seorang dari kalian
pun terdapat nilai sedekah." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, ketika
salah seorang diantara kami menyalurkan nafsu syahwatnya, apakah juga
akan mendapatkan pahala?" Beliau menjawab: "Bagaimana sekiranya ia
melampiaskannya secara haram, bukankah berdosa? Begitupun sebaliknya,
bila ia melampiaskannya secara halal, maka tentu iapun akan mendapatkan
pahala." (HR. Muslim). Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam beliau bersabda: "Ada dua kalimat yang ringan di
lesan, berat dalam timbangan, dan disukai oleh Allah Dzat Ar- Rahman
yaitu: Subhaanallahil-'adziim dan Subhanallah wabihamdihi." (HR.
Muttafaq 'alaih). Maka, mari tak henti selalu berdzikir
sebanyak-banyaknya, dengan dzikir-dzikir pujian, pengagungan dan
pentauhidan! Agar hidup ini tetap bermakna dan bernilai, dan agar kita
tidak tergabung dalam komunitas orang-orang yang “mati” dalam hidup,
atau yang hidup tapi “mati”!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar