Ngetop Abizzz...

Senin, 02 April 2012

PKS Jadi Kambing Hitam



Suryo
Suryopratomo
SIDANG Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat sudah mengambil keputusan untuk memberikan hak kepada pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Hanya saja hak itu tidak diberikan tanggal 1 April seperti yang semula dimintakan pemerintah, tetapi kalau harga rata-rata minyak mentah Indonesia naik 15 persen di atas harga patokan 105 dollar AS per barrel untuk waktu enam bulan.

Keputusan ini sesuai dengan apa yang dimintakan partai-partai politik pendukung pemerintah. Pada saat-saat terakhir menjelang pemungutan suara dilakukan baik Partai Demokrat, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional mengajukan usulan penambahan satu ayat di dalam Pasal 7 ayat 6 yang memberi hak kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi apabila harga rata-rata minyak mentah Indonesia naik 15 persen di atas harga patokan 105 dollar AS per barrel dalam kurun waktu enam bulan.

Hanya, tampaknya partai-partai politik pendukung pemerintah tidak puas dengan keputusan yang telah diambilnya sendiri. Terutama Partai Demokrat merasa bahwa ada pihak yang menusuk mereka dari belakang. Dan pihak yang mereka persalahkan adalah Partai Keadilan Sejahtera.

PKS sebagai anggota koalisi memang bersuara lain. Mereka menganggap bahwa penambahan ayat 6A hanyalah sebuah kepura-puraan, karena sulit untuk dicapai. Daripada hanya berpura-pura "mendukung tetapi tidak bisa dilaksanakan", mereka mengambil posisi untuk menolak menaikkan harga BBM.

Sikap berbeda PKS itu dianggap sebagai sebuah pengkhianatan kepada koalisi. Dalam rapat Partai Demokrat yang dilangsungkan hari Minggu, anggota Partai Demokrat meminta kepada Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono--yang juga Presiden Republik Indonesia--untuk mendepak PKS dari koalisi.

Hampir semua anggota Partai Demokrat berang terhadap sikap yang diambil PKS.  Sikap PKS itu dianggap hanya mencoba mencari untung untuk kepentingan sendiri dan mengorbankan kepentingan koalisi. Apalagi sikap seperti ini dianggap sudah berulang kali dilakukan PKS.

Namun Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tidak serta merta mau menerima desakan dari bawah. SBY akan membawa persoalan ini ke dalam koalisi. SBY tidak mau memutuskannya sendiri  dan akan merapatkan masukan itu bersama  anggota koalisi yang lain.

Seperti biasa tarik-ulur seperti ini akan berujung kepada tidak ada tindakan apa pun. Ibaratnya apa yang terjadi sekarang ini hanyalah kembang-kembang dalam pertandingan pencak silat. Yang ada hanya ekspresi kekesalan karena apa yang semula diinginkan tidak bisa tercapai.

PKS sendiri tampak tenang-tenang saja dengan manuver yang dilakukan kader Partai Demokrat. Mereka tidak merasa bersalah atas sikap yang mereka ambil. Bahkan mereka tidak merasa takut apabila didepak dari koalisi, termasuk kehilangan tiga menterinya di dalam kabinet.

Apalagi jika dilihat bahwa yang mengambil keuntungan dari keputusan di Sidang Paripurna DPR bukanlah PKS. Yang menepuk dada sebagai "penyelamat" adalah Golkar. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie bahkan berpidato beberapa jam sebelum Presiden Yudhoyono menyampaikan tanggapan terhadap keputusan DPR.

Ketua Umum Golkar memuji langkah yang ditempuh kadernya, yang ia katakan telah bermain cantik. Oleh karena manuver dari para kader Golkarlah, maka kebuntuan politik bisa dipecahkan, di mana kemenangan diraih secara bersamaan oleh rakyat dan juga oleh pemerintah.

Klaim yang dilakukan Golkar menunjukkan bahwa Partai Demokrat kalah cerdik dalam pertarungan. Bahkan ketika mereka terus berseteru dengan PKS, maka kerugian semakin mereka dapatkan. Kerugian karena sebagai partai politik mereka mendapat satu musuh tambahan dan sebagai pemerintah, energi mereka habis untuk mengurusi intrik di dalam pemerintahan.

Apalagi jika tidak ada ketegasan sikap yang kemudian diambil. Sekadar marah-marah, tetapi tidak ada keberanian untuk bertindak. Partai Demokrat semakin terpuruk sebagai partai politik yang tidak tegas dan kredibilitasnya semakin terkikis setelah berbagai kasus korupsi yang menimpa kader mereka dibiarkan juga mengambang.

Kejadian dalam Sidang Paripurna DPR kemarin menunjukkan bahwa Partai Demokrat sebenarnya ditinggal oleh partai koalisi lainnya. Semua partai pendukung sebenarnya balik badan dan tidak ada satu pun yang membela posisi pemerintah.

Semua partai pendukung koalisi tidak ada yang patuh kepada apa yang diinginkan pemerintah. Semua partai politik diam-diam melakukan perlawanan pasif kepada pemerintah. Dan Presiden akhirnya dibiarkan sendirian dan tidak ada yang mendukung kebijakannya.

Sungguh ironis nasib pemerintahan yang didukung oleh lebih 60 persen suara pada Pemilu 2009. Sekarang sepertinya tidak ada lagi dukungan yang dimiliki, termasuk oleh Partai Demokrat yang ternyata memilih untuk mengikuti jejak Golkar, bukan sebaliknya sebagai partai pemenang pemilu yang seharusnya mengarahkan keputusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar